Sebuah Tekad untuk Harmoni Terjemahan Bahasa. Di sebuah desa kecil di Indonesia, tinggal seorang pria misterius bernama Dharma. Dharma tinggal di pedalaman Jawa dan memiliki kemampuan luar biasa dalam berbahasa Inggris. Suaranya begitu fasih dan penuh makna, seolah-olah ia bisa mengungkapkan semua emosi dan nuansa dalam kata-kata bahasa Inggris.
Namun, ada satu keunikan yang membuat Dharma berbeda. Meskipun ia mampu berbahasa Inggris dengan sangat baik, Dharma tidak menguasai bahasa Indonesia. Ia tidak dapat mengungkapkan pikirannya dengan lancar dalam bahasa ibunya sendiri.
Kemampuan Dharma dalam berbahasa Inggris menjadi daya tarik bagi banyak orang. Buku-buku terkenal hasil tulisannya tentang kehidupan desa tempat tinggalnya mengalir begitu lancar dalam bahasa Inggris. Orang-orang terpesona oleh kehalusan dan keakuratan bahasanya, layaknya penutur native, seolah-olah bahasa Inggris yang diucapkan dan dituliskannya itu menjadikan budaya di desanya hidup dan tergambar di benak orang asing melalui karya-karyanya.
Namun, satu peristiwa tak terduga terjadi. Ketika salah satu buku Dharma diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Indonesia oleh seorang penerjemah lain, terjadi kegaduhan besar di desa. Penduduk desa yang membaca terjemahan itu marah dan kecewa. Terjemahan tersebut memuat beberapa kesalahan kecil dalam pilihan kata dan nuansa, sehingga terkesan merendahkan budaya lokal. Penerjemah tersebut kurang memahami konteks budaya bahasa Indonesia sehingga terjemahan tersebut terdengar tidak sopan dan meremehkan.
Beberapa kesalahan lainnya termasuk ketidaktepatan dalam menerjemahkan frasa idiomatik, kelambanan dalam menangkap nuansa emosional dari bahasa asli, dan ketidakkonsistenan dalam penggunaan istilah-istilah teknis yang penting dalam buku tersebut.
Terjemahan yang tidak akurat ini mengecewakan penduduk desa dan membuat mereka merasa diabaikan dan diremehkan.
Ketidakberhasilan menangkap nuansa emosional yang terkandung dalam kata-kata asli itu misalnya, dalam bahasa asli, kata yang digunakan untuk menggambarkan kesedihan yang mendalam adalah “grief”, namun dalam terjemahan, kata yang digunakan adalah “hampa”. Perbedaan nuansa ini membuat pesan yang seharusnya memiliki kekuatan emosional yang besar menjadi tereduksi dan tidak terasa kuat.
Dharma, meskipun bukan penerjemah karyanya dalam bahasa Indonesia, merasa bertanggung jawab atas kesalahan yang terjadi. Bagaimana pun itu adalah buku karyanya. Ia menyadari bahwa terjemahan yang kurang tepat dapat merusak pemahaman dan menghancurkan hubungan antara komunitas bahasa yang berbeda.
“I must take responsibility for this mistake and rectify it (Aku harus bertanggung jawab atas kesalahan ini dan memperbaikinya),” bisik Dharma mengungkapkan tekadnya.
Dharma memutuskan untuk belajar bahasa Indonesia dengan tekad yang kuat. Ia mencari bantuan dari para ahli bahasa dan berlatih setiap hari. Ia banyak membuka kamus, dan membaca buku-buku bahasa Indonesia untuk meningkatkan pemahamannya. Dengan kerja keras dan dedikasi, Dharma perlahan-lahan menguasai bahasa ibunya sendiri.
Dharma berlatih setiap hari, berbicara dengan penduduk desa, dan meminta masukan mereka tentang pilihan kata dan nuansa yang tepat. Ia menerima kritik dengan rendah hati dan menggunakan pengalaman tersebut untuk memperbaiki terjemahan yang salah. Dharma menggali dalam-dalam untuk memahami budaya lokal, menyelami kekayaan bahasa Indonesia, dan mencoba menyampaikan pesan asli dengan keindahan yang sesungguhnya.
Dengan kerja keras dan dedikasi, Dharma perlahan-lahan menguasai bahasa Indonesia dengan lebih baik. Ia mengubah terjemahan yang salah menjadi karya yang memukau, memperbaiki kesalahan dalam pilihan kata, nuansa, dan konteks budaya.
Ia ingin memastikan bahwa bukunya tidak hanya terdengar indah dalam bahasa Inggris, tetapi juga di dalam bahasa ibunya. Dharma mempersembahkan hasil terjemahannya yang diperbaiki dengan rasa bangga kepada penduduk desa.
Ketika terjemahan yang diperbaiki oleh Dharma dirilis, penduduk desa terkejut. Terjemahan tersebut tidak hanya memperbaiki kesalahan, tetapi juga menampilkan keindahan bahasa Indonesia yang autentik. Desa tersebut memuji Dharma atas usahanya dalam memahami dan menghargai budaya mereka.
Dengan kepercayaan diri yang baru, Dharma berjanji untuk terus mengasah keterampilan dan pengetahuannya dalam bahasa Indonesia. Ia ingin menjaga hubungan harmonis antara bahasa-bahasa di dunia ini, sehingga bisikan kata-kata berupa tekadnya dapat berujung pada saling kekuatan dan kesatuan manusia.
===